Kamis, 18 September 2014

MUDAHKANLAH URUSAN ORANG LAIN


Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).
Apabila kita mengetahui bahwa sebenarnya kita mampu berbuat sesuatu untuk menolong kesulitan orang lain, maka segeralah lakukan, segeralah beri pertolongan. Terlebih lagi bila orang itu telah memintanya kepada kita. Karena pertolongan yang kita berikan, akan sangat berarti bagi orang yang sedang kesulitan. Cobalah bayangkan, bagaimana rasanya apabila kita berada di posisi orang yang meminta pertolongan pada kita, Dan sungguh Allah SWT sangat mencintai orang yang mau memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan menghapuskan kesulitan orang lain.
Berikut beberapa hadits yang menerangkan tentang keutamaan menolong dan meringankan beban orang lain:
  1. Pada suatu hari Rasululah SAW ditanya oleh sahabat beliau : “Ya Rasulullah,  siapakah manusia yang paling dicintai Allah dan apakah perbuatan yang paling  dicintai oleh Allah ? Rasulullah SAW menjawab : “Manusia yang paling dicintai oleh  Allah adalah manusia yang paling banyak bermanfaat dan berguna bagi manusia  yang lain; sedangkan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberikan  kegembiraan kepada orang lain atau menghapuskan kesusahan orang lain, atau  melunasi hutang orang yang tidak mampu untuk membayarnya, atau memberi makan  kepada mereka yang sedang kelaparan dan jika seseorang itu berjalan untuk  menolong orang yang sedang kesusahan itu lebih aku sukai daripada beri’tikaf di  masjidku ini selama satu bulan ” ( Hadits riwayat Thabrani ).  
  2. Setiap gerakan pertolongan merupakan nilai pahala ” Siapa yang menolong  saudaranya yang lain maka Allah akan menuliskan baginya tujuh kebaikan bagi  setiap langkah yang dilakukannya ” (HR. Thabrani ).  
  3. Memberikan bantuan juga dapat menolak bala, sebagaimana dinyatakan ” Sedekah  itu dapat menolak tujuh puluh pintu bala ” (HR Thabrani ). Pertolongan  Allah kepada seseorang juga tergantung dengan pertolongan yang dilakukannya  antar manusia. “Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba-Nya selama  hamba itu menolong orang yang lain“. (Hadits muslim, abu daud dan tirmidzi)
  4. Lebih hebat lagi, membantu orang yang susah lebih baik daripada ibadah umrah,   sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih berikut ini: ”Siapa yang berjalan menolong   orang yang susah maka Allah akan menurunkan baginya tujuh puluh lima ribu  malaikat yang selalu mendoakannya dan dia akan tetap berada dalam rahmat Allah  selama dia menolong orang tersebut dan jika telah selesai melakukan pertolongan  tersebut, maka Allah akan tuliskan baginya pahala haji dan umrah dan sesiapa  yang mengunjungi orang yang sakit maka Allah akan melindunginya dengan tujuh puluh lima ribu malaikat dan tidaklah dia mengangkat kakinya melainkan akan  dituliskan Allah baginya satu kebaikan, dan tidaklah dia meletakkan tapak  kakinya untuk berjalan melainkan Allah angkatkan daripadanya, Allah akan ampunkan baginya satu kesalahan dan tinggikan kedudukannya satu derajat sampai dia duduk disamping orang sakit, dan dia akan tetap mendapat rahmat sampai dia   kembali ke rumahnya ” (HR Thabrani ).
  5. Memberikan bantuan juga dapat memadamkan kemarahan Tuhan, perhatikan hadits berikut ini: “Sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi akan memadamkan  kemarahan Allah, dan setiap perbuatan baik akan mencegah keburukan dan silaturrahmi itu akan menambah umur dan menghilangkan kefaqiran dan itu lebih baik daripada membaca laa haula wa laa quwwata illaa billah padahal dengan membacanya saja akan mendapat perbendaharaan surga dan dengan berbuat baik itu  juga dapat menyembuhkan penyakit dan menghilangkan kegelisahan ” (HR. Thabrani ).  
  6. Menolong orang lain juga dapat mengampuni dosa. “Siapa yang berjalan untuk  membantu saudaranya sesama muslim maka Allah akan menuliskan baginya suatu  kebaikan dari tiap langkah kakinya sampai dia pulang dari menolong orang  tersebut. Jika dia telah selesai dari menolong saudaranya tersebut, maka dia  telah keluar dari segala dosa-dosanya bagaikan dia dilahirkan oleh ibunya, dan  jika dia ditimpa kecelakaan (akibat menolong orang tersebut) maka dia akan  dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab ”  (HR. Abu Ya’la ).
  7. Allah SWT akan memberikan pelayanan surga kepada orang yang menolong meringankan beban hidup orang lain. Perhatikan hadits berikut ini: ” Sesiapa yang bersikap  ramah kepada orang lain dan meringankan beban hidupnya baik sedikit maupun  banyak maka kewajiban bagi Allah untuk memberikan kepadanya pelayanan dengan  pelayanan surga ” (HR Thabrani ).
  8.  Orang yang menolong orang yang sakit laksana berada dalam taman surga, seperti dinyatakan oleh hadits: “Siapa yang mengunjungi seseorang  yang lain maka dia mendapatkan rahmat Allah dan siapa yang mengunjungi orang  yang sakit maka dia seperti berada di dalam taman-taman (raudhah) surga ” (HR Thabrani ).
  9. Membantu orang lain juga merupakan ibadah shalat dan sedekah, sebagaimana  dalam hadtis disebutkan :” Amar Makruf dan mencegah kemungkaran yang kamu  lakukan adalah shalat. Menolong orang yang susah juga merupakan shalat.  Perbuatan menyingkirkan sampah dari jalan juga shalat dan setiap langkah yang  engkau lakukan menuju tempat shalat juga merupakan shalat ”     (HR. Ibnu Khuzaimah ).
Setelah kita mengetahui keutamaan membantu dan meringankan kesulitan orang lain, masih enggankah kita memberikan bantuan dan meringankan kesulitan orang lain? Terlebih lagi bila orang yang kesulitan, telah meminta langsung pertolongan kepada kita, pantaskah kita sebagai orang beriman mengabaikan permintaan pertolongan yang dimohonkan? Padahal kita mempunyai kemampuan dan kesanggupan untuk membantunya.
Apakah kita akan mengabaikan kesempatan berbuat amal kebaikan dan menghilangkan kesempatan menjadi hamba yang dicintai Allah karena keengganan kita membantu saudara semuslim yang sedang kesulitan dan meminta pertolongan dari kita? Apa yang membuat kita menjadi enggan memberikan pertolongan, bukankah semua, segala sesuatu yang kita miliki sebenarnya dari Allah, lalu mengapa saat Allah mengirimkan hamba-Nya yang kesulitan datang pada kita,  kita berpaling dan tidak menghiraukan?
Kita harus ingat, bahwa kita ini berada dalam pengawasan Allah,  jiwa, harta dan segala sesuatu yang kita miliki berada dalam genggaman-Nya. Sebaiknya kita selalu mengusahakan agar dalam hidup, kita tidak mengundang murka dan azab Allah. Bila ada orang datang memohonkan suatu bantuan, mungkin saja Allah SWT sedang menguji kita melalui orang tersebut.
Perhatikan sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini:” Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman di hari kiamat,” Wahai anak Adam, dulu Aku sakit tetapi engkau tidak menjenguk-Ku.” Manusia bertanya,” Tuhanku, bagaimana kami dapat menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta?”
Tuhan menjawab,” Tidak tahukah engkau bahwa si fulan sakit, tetapi engkau tidak menjenguknya? Tidak tahukah engkau jika engkau menjenguknya, engkau pasti dapati Aku ada di sisinya.”
Tuhan berfirman lagi,” Wahai anak Adam, dulu Aku minta makan kepada engkau tetapi engkau tidak memberi Aku makan.”
Manusia bertanya,” Tuhanku, bagaimanakah aku dapat memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta?”
Tuhan menjawab,” Tidak tahukah engkau bahwa hamba-Ku si fulan meminta makan kepadamu dan engkau tidak memberinya makan? Tidak tahukah engkau bahwa jika engkau memberinya makan, engkau pasti dapati ganjarannya ada di sisi-Ku.”
Tuhan befirman,” Wahai anak Adam, dulu Aku minta minum kepadamu dan engkau tidak memberi-Ku minum.”
Manusia bertanya,” Tuhanku, bagaimanakah aku dapat memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta?”

Tuhan berfirman,” Hamba-Ku fulan meminta minum padamu dan engkau tidak memberinya minum. Apakah engkau tidak tahu bahwa seandainya engkau berikan ia minum engkau pasti dapati ganjarannya ada di sisi-Ku.” ( HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)
Perhatikan hadits Rasulullah SAW diatas dengan seksama, Allah SWT  bersama orang-orang yang menderita,  kepiluan hati mereka adalah kepiluan Tuhan. Rintihan mereka pada manusia adalah suara Tuhan. Tangan mereka yang menengadah adalah tangan Tuhan. Ketika seseorang memberikan derma kepada fakir miskin atau seseorang memberikan bantuan atas kesulitan orang lain, sebelum sedekah dan sebelum pertolongan tersebut sampai di tangan orang yang membutuhkan, tangan Tuhanlah yang pertama-tama menerimanya.
Namun kadang ada dari kita yang masih lebih ”mempercayai apa yang ada ditangan kita, ketimbang apa yang ada ditangan Allah.” Hingga kadang seseorang merasa sangat sulit sekali untuk bisa memberikan suatu bantuan pertolongan betapapun sebenarnya ia mampu. Ini mungkin karena orang  itu lebih memikirkan kedepannya nanti bagaimana, kalau ia memberikan pertolongan. Ini yang disebut dengan ”lebih mempercayai apa yang ada ditangannya sendiri, ketimbang apa yang ada ditangan Allah” padahal seluruh hidupnya, jiwa raganya, ada ditangan Allah. Tapi dia masih lebih mempercayai apa yang ada ditangannya, ketimbang apa yang ada ditangan Allah. Orang ini masih lebih mempercayai akal pikiran /logika nya.
Padahal Allah SWT lah Yang Maha Menggenggam segala sesuatu, Allah SWT lah Yang Maha Lebih mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi nantinya, seperti, apa yang akan terjadi bila ia memberikan pertolongan dan apa yang akan terjadi bila ia tidak memberikan pertolongan, yang sebenarnya ia mampu untuk menolong.
Allah SWT Maha Memudahkan, Maha Menyulitkan, Maha Menyaksikan, Maha Mengatur segalanya. Maha Meninggikan, Maha merendahkan. Allah SWT lah yang Maha  Kuasa Memberikan apa saja kepada siapapun yang dikendaki-Nya dan menarik atau mengambil apa saja, dari siapapun yang dikendaki-Nya. Kekuasaan Allah SWT tidak terbatas dan tidak terhingga.
Karena itu, bila ada seseorang yang datang atau menghubungi kita meminta suatu pertolongan dan kita mengetahui bahwa kita mampu memberikan pertolongan yang diminta, maka segeralah berikan pertolongan.
Sebaiknya kita menjadi seorang hamba yang benar-benar bisa ”mempercayai apa yang ada ditangan Allah, ketimbang apa yang ada ditangan kita sendiri”. Dan sebaiknya kita benar-benar bisa menjadi hamba Allah yang lebih mempercayai Ilmu Pengetahuan Allah yang Maha Meliputi segala sesuatu, ketimbang akal pikiran/logika kita yang sangat terbatas, agar kita tidak ragu terhadap segala kemungkinan yang terjadi bila kita memberikan bantuan pertolongan terhadap seseorang.
Sadarilah segera, bahwa semua, seluruh hidup kita ini, berada dalam genggaman-Nya, Allah yang Menggenggam segala sesuatu, Mengatur segala sesuatu. Jangan sampai akal pikiran kita yang terbatas serta kecemasan kita memikirkan ”bagaimana atau apa yang akan terjadi pada kita, kedepannya nanti bila kita memberikan pertolongan” membuat kita menjadi hamba Allah yang tidak perduli dan enggan memberikan pertolongan walau sebenarnya kita mampu.
Janganlah mengundang kesulitan dalam hidup kita, jangan mempersempit urusan kita, dan jangan mengundang azab dan murka Allah. Tapi undanglah kemudahan, kelapangan urusan, cinta, kasih sayang dan pertolongan dari Allah, dengan memberikan bantuan, pertolongan kepada orang yang membutuhkannya. 

Senin, 15 September 2014

Nompang Posting Logo SDIT Mutiara Pariaman
dan Yayasan Waqaf Amanah Ummat


Jumat, 06 Juni 2014

Hikmah kisah Ashaabul Kahfi


Penulis: Al-Ustadz Abu ‘Umar Muhammad hafizhahullah
          Para pembaca semoga Allah subhanahu wa ta’ala menanamkan dalam hati-hati kita keimanan, di antara bukti-bukti kebesaran dan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala adalah kisah Ashabul Kahfi, yang didalamnya terdapat banyak pelajaran yang bisa kita petik, tentunya bagi orang-orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari akhir.

Kisah Ashhabul Kahfi

Saudara pembaca semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan kisah yang agung ini di dalam Al-Qur`an tepatnya dalam surat al Kahfi.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) kisah ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan untuk mereka petunjuk.” (Al-Kahfi: 13)
Mereka adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah subhanahu wa ta’ala semata, mereka teguh di atas keyakinan yang benar tersebut. Meskipun harus bertentangan dengan mayoritas kaum mereka yang berada dalam kesesatan, dan kesyirikan (menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala).
Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan perkataan mereka di dalam firman-Nya:
“Lalu mereka pun berkata, “Rabb kami adalah Rabb seluruh langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru (beribadah kepada) Rabb selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian (menyeru/beribadah kepada selain-Nya) telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai Rabb-Rabb (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 14-15)

Jumlah Mereka

Adapun jumlah mereka sebagian ahli tafsir menguatkan bahwa jumlah mereka tujuh orang dan yang ke delapan anjingnya, Allah menyebutkan persangkaan orang-orang ahlul kitab tentang jumlah mereka. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya.” Katakanlah, “Rabb-ku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah kamu (Muhammad) berdebat tentang hal mereka, kecuali perdebat lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22)

Berlindung di Gua


Setelah mereka sepakat bahwa tidak mungkin tetap tinggal bersama kaum mereka yang menyembah berhala, maka para pemuda tersebut bermusyawarah diantara mereka, dan memutuskan untuk berlindung di dalam sebuah gua demi menyelamatkan akidah dan keyakinan mereka. Setelah sebelumnya mereka berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
“Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan Kami (ini).” (Al-Kahfi: 10)
Lalu Allah subhanahu wa ta’ala pun mengabulkan doa mereka dan memudahkan urusan mereka. Mereka berlindung di dalam sebuah gua yang cukup luas sehingga mereka bisa tinggal dengan nyaman di dalamnya. Allah juga menidurkan mereka di dalam gua tersebut, sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (Al-Kahfi: 11)
Maksudnya Allah subhanahu wa ta’ala menidurkan mereka.

Penjagaan Allah terhadap Mereka

Para pembaca rahimakumullah, dalam tidurnya yang sangat panjang tersebut Allah menjaga tubuh mereka agar tidak rusak. Di antara bentuk penjagaan Allah subhanahu wa ta’ala adalah:
1. Sinar matahari tidak masuk ke dalam gua, sehingga tidak langsung mengenai tubuh mereka, dengan demikian mereka pun tidak merasa kepanasan dengan sengatan sinar matahari.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dia lah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (Al-Kahfi: 18)
Para pembaca rahimakumullah, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa mereka ditidurkan oleh Allah, namun dengan kekuasaan-Nya, Allah menjadikan orang yang melihat mereka mengira bahwa mereka dalam terbangun.
Sebagaimana di dalam firman-Nya (artinya):
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur.” (Al-Kahfi: 17)
Mengapa demikian? Para ahli tafsir mengatakan hal itu terjadi karena mata mereka terbuka. (lihat Tafsir as-Sa’diyWallahu a’lam.
2. Penjagaan Allah agar tubuh mereka tidak dimakan tanah, yaitu dengan dibolak-balik tubuh mereka dalam tidur panjangnya itu, sehingga tubuh mereka tidak rusak dimakan tanah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka menjulurkan kedua kakinya di muka pintu gua.” (Al-Kahfi: 18)
3. Penjagaan Allah terhadap mereka dari orang-orang yang ingin mendekati mereka dengan adanya rasa takut sehingga tidak berani mendekati mereka.
“Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.” (Al-Kahfi: 18)

Lama Mereka Tinggal di Gua

Mereka tinggal di dalam gua itu dalam keadaan tertidur selama tiga ratus sembilan tahun (309 tahun), Allahsubhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan mereka tinggal dalam gua tersebut (selama) tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).”(Al-Kahfi: 25)
Lalu Allah subhanahu wa ta’ala membangunkan mereka agar saling bertanya-tanya di antara mereka sudah berapa lamakah mereka tinggal di dalam gua?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini).” (Al-Kahfi: 19)
Kemudian mereka merasakan lapar, lalu diutuslah salah seorang di antara mereka dengan membawa uang perak untuk membeli makanan.
Maka didapati oleh pemuda tersebut negeri (yaitu negeri Diqsus) yang sudah berubah, penduduknya pun telah berganti, tidak dia dapati lagi pemerintah yang mengenali mereka, dan tidak seorang pun yang dia kenal dari penduduk negeri tersebut.
Maka suruhlah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seorang pun.
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempat kalian, niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu, atau memaksa kalian kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kalian tidak akan beruntung selama lamanya.
Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (Al-Kahfi: 19-21)
Demikianlah saudara pembaca kisah tentang Ashabul Kahfi yang mereka beriman kepada Allahsubhanahu wa ta’ala dan mereka jujur dengan keimanannya tersebut, maka Allah subhanahu wa ta’alabalas keimanan dan kejujuran mereka dengan menyelamatkan mereka, dan memuliakannya dengan menjadikan mereka sebagai teladan bagi orang-orang yang beriman hingga hari kiamat.

Berikut ini beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini:
1. Kebenaran adanya hari kiamat, yang manusia pada hari itu dibangkitkan dari kubur-kuburnya. Hal ini sangat mudah bagi Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana dibangkitkannya Ashhabul Kahfi setelah mereka tidur selama 309 tahun.
2. Menangnya orang-orang yang beriman terhadap orang-orang kafir, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala memenangkan tujuh orang pemuda Ashabul Kahfi dari kaum mereka yang kafir yang menghalangi mereka untuk mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Sesungguhnya siapa saja yang berlindung kepada Allah, niscaya Allah subhanahu wa ta’alamelindunginya dan lembut kepadanya, serta menjadikannya sebagai sebab orang-orang yang sesat mendapat hidayah (petunjuk).
4. Melalui kisah ini kita dianjurkan untuk berhati-hati dan menjauhi tempat-tempat yang dapat menimbulkan fitnah bagi agama seseorang. Dan hendaknya seseorang menyimpan rahasia sehingga dapat menjauhkannya dari suatu kejahatan.
5. Diterangkan dalam kisah ini betapa besar kecintaan para pemuda yang beriman itu terhadap ajaran agama mereka. Dan bagaimana mereka sampai melarikan diri, meninggalkan negeri mereka demi menyelamatkan diri dari segenap fitnah yang akan menimpa agama mereka, untuk kembali pada Allahsubhanahu wa ta’ala.
6. Boleh memakan makanan yang baik dan memilih makanan yang disenangi atau sesuai selera, selama tidak berbuat israf (boros atau berlebihan) yang terlarang, berdasarkan dalil: “Hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kalian.” (Al-Kahfi: 19)
7. Bolehnya mewakilkan dalam hal jual-beli.
8. Adab bagi orang yang tidak mengetahui ilmu tentang sesuatu untuk mengembalikan kepada ulama.
Dan masih banyak faedah yang lainnya. Semoga yang kami sebutkan di atas bisa memberi manfaat.
Wallahu a’lamu bish shawab.